Sabtu, 10 November 2018

Tentang Ibnu Rusyd dan Kitab Bidayatul Mujtahid


Bismillah, kali ini kami akan membahas salah satu kitab yang menjadi kurikulum di kuliah kami. Salah satu kitab fiqih yang sangat terkenal dan pasti dipelajari oleh orang yang mengambil fakultas Syari'ah. Semoga penjelasan berikut bisa dipahami.
Nama asli kitab ini adalah Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid yang ditulis oleh Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd Al Qurtubi (sekarang Kordoba). Saat kami pertama kali masuk di kuliah ini ada beberapa orang mengatakan kitab fiqih judulnya “bidayah wa nihayah”, kemudian kami tanya apakah maksudnya adalah kitab karangan Ibnu Katsir dan ternyata yang dia maksud adalah kitab ini yaitu Bidayatul Mujtahid. Jadi maksudnya, beberapa orang juga ada yang menyebut kitab ini dengan Bidayah wa Nihayah.
Tentang Ibnu Rusyd sendiri, beliau adalah seorang Faqih, Ushuliyin (ahli ushul fiqih), Mutakallim (ahlul kalam), dan seorang Hakim. Beliau lahir di Kordoba tahun 520H sebelum meninggalnya kakek beliau (Muhammad bin Ahmad Al Jadd, nama beliau dan kakek beliau sama yaitu Muhammad bin Ahmad). Beliau tumbuh di lingkungan yang dengan suasana ilmiyah. Beliau juga menjadi hakim di kordoba setelah ayah dan kakeknya. Diantara beberapa cabang ilmu yang beliau pernah pelajari adalah : Fiqih, Hadits, Bahasa Arab, Kedokteran, dan beliau juga pernah mempelajari filsafat dan ilmu mantiq, dan beberapa ilmu lain yang tersebar di Andalus. Ibnu Rusyd memiliki sifat yang baik, halus, lemah lembut, dan berlapang dada terhadap orang yang menyelisihi pendapatnya, dan hal itu dibuktikan dengan kitab yang beliau tulis ini –bidayah mujtahid-. Beliau wafat di Isybiliyah (Sevilla) pada tahun 595H.
Kitab ini adalah kitab fiqih Muqorron (perbandingan), yang artinya kitab ini tidak ditulis di atas suatu madzhab tertentu. Sebagaimana yang kita ketahui ada banyak madzhab dalam fiqih dan diantara madzhab yang terkenal adalah Hanafiyah (Imam Abu Hanifah), Malikiyah (Imam Malik bin Anas), Syafi’iyah (Imam Muhammad bin Idris), Hambali (Imam Ahmad bin Hambal), dan Dhohiriyah (Dawud Adh Dhohiri, akan tetapi yang membuat madzhab ini terkenal adalah Ibnu Hazm Al Andalusyi). Meskipun pada aslinya Ibnu Rusyd adalah orang yang bermadzhab Malikiyah, beliau tidak menulis kitab ini diatas madzhab Malikiyah. Bahkan selain Imam Madzhab yang 4 beliau juga memasukkan pendapat lain dari para ulama dalam setiap masalah yang beliau bahas seperti pendapat dari : Abu Tsaur, Sufyan Ats Tsauri, Sufyan bin Uyaynah, Al Auza’i, Al Laits, Abu Yusuf (murid Abu Hanifah), Al Muzanni (Ulama Syafi’iyyah), Abul Qosim, dan lain – lain Rahimahumullah jamii’an.
Dalam penulisan kitab ini, Ibnu Rusyd menggunakan metode yang sangat bagus. Di Muqoddimah, Ibnu Rusyd terlebih dahulu menjelaskan alasan mengapa beliau menulis kitab Bidayatul Mujtahid ini. Diantara perkataan beliau adalah beliau menulis ini sebagai bentuk murojaah terhadap ilmu yang beliau miliki. Maksudnya adalah beliau seperti mengulangi hafalan beliau atau mengulangi lagi apa yang beliau pelajari dengan cara menuliskannya di sebuah kitab, dan tujuan dari hal tersebut semata – mata agar ilmu yang beliau miliki tidak hilang dan tetap berada bersama beliau. Kemudian setelah alasan penulisan kitab, beliau melanjutkan muqoddimah kitab ini dengan sedikit pembahsan Ushul Fiqh, dan sebab terjadinya perbedaan pendapat diantara para Ulama dalam menentukan hukum dalam masalah fiqih.
Kemudian dalam menyebutkan setiap masalah, Ibnu Rusyd memulai dengan masalah yang ulama bersepakat dalam hal tersebut. Setelah itu beliau baru menyebutkan masalah yang disitu terdapat perbedaan pendapat dengan menyebutkan semua perbedaan pendapat yang ada dan menyebutkan siapa yang berpendapat dengan pendapat itu. Beliau tidak lupa menyebutkan dalil dari setiap pendapat yang ada dan juga menyebutkan sebab terjadinya pendapat itu. Perbedaan pendapat yang terjadi tidak lepas dari 6 hal yang disebutkan Ibnu Rusyd dalam Muqoddimah kitab ini.
Ibnu Rusyd hampir tidak pernah menyebutkan pendapat mana yang rojih disetiap masalah yang beliau bahas. Oleh karena itu, kitab ini sangat bagus bagi mereka yang ingin belajar fiqih Muqorron. Akan tetapi dosen kami disini memberikan saran bagi kami, agar sebelum membaca kitab ini kami memiliki dasar dalam pelajaran fiqih. Semisal kami disini memiliki dasar fiqih dalam madzhab Hambali karena kitab yang dulu kami pelajari sebelum Bidayah Mujtahid adalah kitab Minhajus Salikin karya Syaikh Abdurrahmman As Sa’di rahimahullah. Akan tetapi jika seseorang ingin mengambil madzhab lain sebagai dasar maka tidak masalah. Seperti halnya Indonesia yang notabenenya bermadzhab Syafi’iyyah, maka sebelum belajar Bidayah Mujtahid bisa terlebih dahulu mempelajari fiqih madzhab Syafi’i seperti Matan Abu Syuja’, atau Minhajut Tholibin karya Imam Nawawi, atau kitab – kitab fiqih ringan lainnya dalam madzhab Syafi’i. Belajar fiqih dengan madzhab tertentu ini bertujuan agar sebelum masuk ke Bidayah Mujtahid seseorang sudah punya dasar yang bisa dijadikan pedoman dalam menghadapi perbedan – perbedaan pendapat yang akan dia temui nantinya.
Dan perlu diingat lagi, tujuan mempelajari kitab ini adalah untuk mengetahui apa saja perkataan – perkataan ulama yang ada dalam suatu masalah fiqih, bukan untuk mengetahui mana pendapat yang rojih dan mana yang tidak rojih. Salah seorang dari senior kami disini pernah bertanya pada kami “apakah kamu tahu tujuan belajar Bidayah Mujtahid ?” lalu kami menjawab “untuk tahu perkataan – perkataan ulama di setiap masalah fiqih.” Kemudian beliau menambahi jawaban kami tadi “iya benar, salah satu tujuannya adalah itu. Tapi ada tujuan lain belajar Bidayah Mujtahid yaitu agar kita itu bisa sabar dan punya hati yang lapang.” Yang maksudnya adalah karena belajar kitab ini kita akan jadi lapang dada ketika menyikapi perbedaan dalam masalah fiqih yang memang disitu ada perbedaan, tidak akan merasa pendapatnya sendiri yang benar, dan kalaupun memang mau membantah pendapat orang lain yang tidak sama dengan kita, insyaaAlloh bantahan yang keluar setelah mempelajari kitab ini adalah bantahan yang berdasarkan ilmu.
- Diambil dari Muqodimah Kitab Bidayah Mujtahid cetakan Darul Kitab Arobiy, Beirut.
- Diambil juga dari penjelasan Ustadz Anas Burhanuddin dalam mata kuliah Fiqih Ibadah

Read more

Kamis, 18 Oktober 2018

Biografi Singkat Imam Al Bukhori


Bismillah, kali ini kami akan memperkenalkan seseorang yang memiliki sejarah yang sangat gemilang dalam bidang Ilmu Hadits. Beliau adalah Imam Al Bukhori seorang ahli hadits yang memiliki kitab yang disebut sebagai kitab paling shohih (benar) setelah Al Qur'an. 
Kenapa kita harus mengenal beliau ? Apakah pantas bagi seorang yang beriman dan mengaku Islam tidak mengetahui tentang beliau, sedangkan beliau memiliki jasa yang sangat besar dalam menyelamatkan umat ini dari hadits palsu dan menunjukkan kepada kita hadits shohih yang bila kita memahaminya insyaaAlloh akan bertambah cinta kita pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan pada Islam. berikut biografi singkat beliau.

Nama dan Kelahiran Beliau
Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughiroh bin Bardizbah. Dahulu kakek beliau yang bernama Al Mughiroh adalah seorang majusi kemudian masuk Islam di tangan seorang dari Ju’fi. Adapun ayah Imam Al Bukhory dulunya adalah seorang penuntut ilmu. Kemudian arti nama Bardizbah adalah petani dan itu adalah bahasa bukhoro.
Imam Al Bukhori dilahirkan di Bukhoro (sekitar Uzbekistan) pada bulan syawal tahun 194H dalam keadaan yatim. Bapaknya meninggal ketika Imam Al Bukhory masih kecil dan Imam Al Bukhory saat kecil tidak memiliki pengelihatan alias buta. Hingga pada suatu hari, ibu Imam Al Bukhory bertemu dengan Nabi Ibrahim Alaihissalam didalam mimpinya. Kemudian Nabi Ibrahim berkata pada ibu Imam Al Bukhory bahwasanya Allah telah mengembalikan pengelihatan anaknya karena banyaknya tangisan dan doanya.

Perjalanan Beliau Dalam Menuntut Ilmu
Allah jadikan Imam Al Bukhory memiliki kecintaan yang besar pada ilmu. Beliau memulai belajarnya ketika umur 10 tahun dan beliau telah menghafal hadits yang tersebar di negeri beliau. Pada umur 11 tahun beliau hadir di sebuah majelis hadits dan mendengar syaikh menjelaskan hadits beserta sanadnya. Akan tetapi Imam Al Bukhory yang sudah memahami hadits dan juga sanadnya mengetahui ada keselahan pada apa yang disebutkan syaikh tadi dan beliau menyebutkan sanad yang benar. Syaikh menolak apa yang Imam Al Bukhory bilang tapi beliau besikeras menganjurkan syaikh untuk melihat lagi kitabnya. Dan setelah syaikh melihat kitabnya, dia mengakui bahwa Imam Al Bukhory memang telah diberi karunia yang besar oleh Allah.
Pada usia 16 tahun Imam Al Bukhory telah menghafal kitab karangan Abdullah Ibn Mubarok dan Waqi’. Hal ini menunjukkan tingginya kapasitas ilmu beliau dan menunjukkan salah satu cara belajar yaitu dengan menghafal kitab milik guru yang akan dipelajari ilmu darinya.
Imam Al Bukhory juga pernah berhaji bersama dengan Ibu dan saudara beliau. Namun ketika Ibu dan saudaranya pulang Imam Al Bukhory menetap di Makkah dan belajar dengan ulama di sekitar Hijaz seperti Al Humaidi, Abu Abdirrahman Al Muqri’. Kitab pertama yang pertama Imam Al Bukhory tulis adalah kitab tarikh (sejarah) dan kitab itu beliau tulis ketika umur beliau 18 tahun. Beliau menulisnya dekat kubur Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan hanya bermodalkan cahaya bulan. Imam Al Bukhory adalah orang yang paling muda di majelis hadits yang beliau hadiri di Marwa sehingga karenanya beliau segan untuk menyalami orang-orang disekitar beliau. Dan diantara sifat beliau adalah tidak suka berkumpul dengan teman beliau hanya untuk nongkrong yang tidak berfaedah. Beliau pernah tinggal di Hijaz selama 6 tahun dan kemudian pindah ke Iraq dan Syams.

Guru-Guru Beliau
Imam Al Bukhory mempunyai guru yang sangat banyak hingga jumlahnya mencapai 1080 orang. Beliau juga menuturkan bahwa semua gurunya tersebut adalah orang yang mempelajari hadits dan juga orang yang benar aqidahnya. Diantara bukti benarnya aqidah mereka adalah tidak ada satupun diantara mereka kecuali mengatakan “Iman adalah perkataan dan perbuatan dan Iman itu berkurang serta bertambah.” Diantara guru beliau adalah Humaidi, Makiy bin Ibrahim, Al Auza’I, Syu’bah, Ats Tsaury, Muhammad bin Yahya Ad Duhli, Yahya bin Yahya An Naisabury, Adam bin Abi Iyas, dan lain-lainnya dari golongan ahli hadits. Dan diantara faedah memperbanyak guru adalah menyelamatkan kita dari ta’ashub (fanatik).

Murid-Murid beliau
Diantara murid Imam Al Bukhory yang terkenal adalah Abu Isa At Tirmidzi (Pengarang Sunnan At Tirmidzi), Ibn Abi Dunya, Abu Bakr Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (Pengarang Shohih Ibnu Khuzaimah), Abul Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim (Pengarang Shohih Muslim – kitab hadits nomor 2 setalah Shohih Al Bukhory), Muhammad bin Yusuf Al Firobry

Pujian Ulama Terhadap Beliau
Imam Al Bukhory dipandang sebagai orang yang baik oleh guru-gurunya dan juga teman sebayanya. Semua orang selalu menyebut Imam Al Bukhory dengan kebaikan dan meletakkan beliau di derajat yang baik. Begitu pula semua orang yang satu zaman dengan beliau juga melakukan seperti yang dilakukan guru dan teman dekatnya. Salah satu hal yang menunjukkan kebaikkan Al Imam dan tingginya derajat beliau adalah ditulisnya biografi beliau dalam kitab khusus. Dan yang menulisnya bukan orang sembarangan melainkan orang yang sudah mencapai derajat seorang Imam. Mereka adalah Imam Adz Dzahabi pengarang Siyar Alam Nubala dan Imam Ibnu Hajar Al Asqolany pengarang Fathul Bari Syarah Shohih Al Bukhory. Dan beberapa contoh pujian ulama pada beliau :
Berkata Yahya bin Ja’far Al Bikandiy, kalau aku bisa menambahkan umurku untuk Ibnu Ismail (Imam Al Bukhory) maka sungguh akan aku lakukan itu. Karena sesunggunhnya kematianku hanyalah kematian satu orang sedangkan kematian Muhammad bin Ismail adalah perginya ilmu.
Berkata Imam Ahmad bin Hambal, tidaklah Khurosan melahirkan seseorang yang semisal Muhammad bin Ismail
Bekata Ali bin Al Madiniy, berkata Muhammad bin Ismail tidaklah aku merendahkan diriku dihadapan seorangpun kecuali dihadapan Ali bin Al Madiniy lalu datang seseorang menceritakan perkataan Al Bukhory tersebut dan berkata Ibnul Madiniy, sesungguhnya dia tidak melihat seseorang yang semisal dirinya.
Berkata Imam Al Hakim (Pengarang Mustadrok) di Tarikh An Naisaburi, beliau imam para ahli hadits yang tidak ada satupun yang mengingkarinya dari sesama ahli naql (ahli hadits karena mereka menukil perkataan dari gurunya.)
Berkata Ibnu Khuzaimah tidaklah aku melihat dibawah langit ini orang yang lebih berilmu tentang hadits Rasulillah Shallallahu Alaihi Wasallam tidakpula yang lebih hafal kecuali Al Bukhory.
Pujian yang datang pada Imam Al Bukhory tidak hanya datang dari murid beliau, akan tetapi juga dari guru beliau. Dan hal ini menunjukkan betapa beliau memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan baik. Tidak mungkin seorang guru memuji muridnya dengan pujian yang sangat tinggi kecuali karena murid tersebut adalah murid yang sangat istimewa.

Kitab Karangan Beliau
Yang paling mulia adalah Shohih Al Bukhory yang memiliki nama asli Al Jami’ As Shohih. Kemudian kitab yang lain Al Adabul Mufrod, Rof’ul Yadain, Al Qiroah Kholfal Imam, At Tarikh Al Kabir, Al Wast, Ash Shoghir, Kholqu Af’alil Ibad, dan lain-lainnya.
Beberapa orang juga menulis biografi beliau. Diantara mereka ada yang menulisnya bersama dengan biografi ulama lain seperti Ibnu Katsir di Bidayah wa Nihayah, Ibnu Subki di Tobaqot Asy Syafiiyah Al Kubro, Ibnu Kholkan di Wafayatil A’yan dan Al Khotib Al Baghdadi di Tarikh Al Baghdadi. Dan diantara mereka bahkan ada yang menulis biografi beliau di kitab tersendiri seperti Imam Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar Al Asqolany

Wafat Beliau
Berkata Ibn Adi, aku mendengar Al Hasan bin Al Husain Al Bazzaz Al Bukhory berkata: Imam Al Bukhory wafat malam sabtu malam idul fitri saat waktu sholat isya’. Kemudian beliau dikubur saat idul fitri setelah sholat dhuhur tahun 265H dan beliau hidup selama 62 tahun kurang 13 hari, Rahimahullah.

-Diambil dari penjelasan Ustadz Abdullah Roy hafidzohullah dalam mata kuliah Hadits. Dan juga dari kitab Siyar A'lam Nubala karya Imam Adz Dzahabi rahimahullah.-

Read more

Kamis, 20 September 2018

Kiat Pertama Membersihkan Wadah Ilmu


Setelah mengetahui gambaran ringkas tentang apa yang akan kita pelajari yaitu tentang kiat-kiat agar kita bisa mengagungkan ilmu, maka sekarang kita akan membahas kiat yang pertama InsyaaAlloh.
            Menuntut ilmu itu seperti memancing ikan atau mendulang emas di sungai. Oleh karena itu wadah dibutuhkan untuk menyimpan apa yang kita dapat berupa emas atau ikan tersebut. Karena apabila tidak disimpan tentu saja emas atau ikan tersebut akan berceceran dan kita tidak mendapat hasil dari kegiatan mendulang atau memancing yang sudah susah payah kita lakukan. Sama halnya dengan ilmu yang kita usahakan maka dia membutuhkan tempat untuk penyimpanan.
            Dan tempat untuk ilmu adalah hati. Masuknya ilmu ke dalam hati berdasarkan seberapa bersih hati tersebut. Semakin bersih suatu hati maka akan semakin besar pula daya simpan hati terhadap ilmu yang masuk. Maka barang siapa menginginkan kebaikan ilmu hendaknya dia menghiasi hatinya dan membersihkannya dari najis yang menodai hati. Karena ilmu adalah suatu zat yang lembut, dan tidak pantas kecuali berada di hati yang bersih.
            Bersihnya hati bergantung kepada 2 hal pokok yang sangat penting :
1. Bersihnya hati dari najis yang berupa syubuhat (pemikiran menyimpang)
2. Bersihnya hati dari najis yang berupa syahwat (hawa nafsu)
Maka apabila kita malu dari pandangan manusia semisal kita terhadap baju kita yang kotor, maka hendaknya kita lebih malu dari pandangan Allah terhadap hati kita sedangkan disitu terdapat kedengkian, bala’, dosa-dosa, dan kesalahan-kesalahan.
            Dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shohih beliau dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda.

إن الله لا ينظر إلى صوركم وأموالكم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم
Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian tidak pula harta kalian, akan tetapi Allah melihat hati dan perbuatan kalian (HR Muslim 2564)

Maka barang siapa mebersihkan hatinya ilmu akan bisa menempati hati tersebut. Dan yang tidak membersihkan najis di hatinya ilmu akan meninggalkannya dan pergi menjauh darinya.
Sahl bin Abdullah Rahimahullah, Haram atas hati untuk cahaya masuk ke dalamnya dan disitu ada hal yang dibenci oleh Allah.

Bersih dan kotornya hati memiliki kaitan dengan naik turunnya iman. Apabila iman naik maka itu menandakan hati yang bersih. Naik turunnya iman juga bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari kita dalam belajar. Semisal saat iman naik dan hati bersih maka belajar akan terasa sangat mudah, ilmu masuk sangat lancar ke dalam diri kita. Tapi kalau iman turun dan hati kotor yang ada belajar jadi susah, murojaah tidak lancar. Dan jika maksiat semakin menumpuk maka hari-hari akan semakin kosong dari kebaikan.

Diterjemahkan secara bebas dengan tambahan penjelasan dari Ustadz Anas Burhanuddin hafidzohullah.
Read more

Selasa, 18 September 2018

Muqodimah Khulasoh Ta'dzimul Ilmi


Kitab ini adalah sebuah ringkasan dari kitab aslinya yang berjudul Ta’dzimul Ilmi (Pengagungan Ilmu) yang ditulis oleh Syaikh Sholih Bin Abdullah Bin Hamad Al Ushoimi. Kemudian beliau membuat ringkasannya dengan tujuan agar mudah dihafal oleh para penuntut ilmu dan kemudian lebih mudah dipraktikan. Tapi sebelum masuk ke pembahasan ada baiknya kita menyimak apa yang Syaikh sampaikan di muqoddimah kitab beliau.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji hanya bagi Allah dan aku bersaksi bahwa tiada Rabb yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan utusanNya Shallallahu alaihi wasallam. Amma ba’du.
Sesugguhnya jumlah ilmu yang didapat seorang hamba itu sesuai dengan seberapa banyak hatinya mengagungkan dan memuliakan ilmu. Dan orang yang hatinya penuh dengan pengagungan terhadap ilmu dan pemuliaannya maka hatinya telah menjadi tempat yang baik untuk ilmu. Begitu pula semakin berkurang pemuliaan hati terhadap ilmu maka akan berkurang pula jatah ilmu yang didapat oleh seseorang di hatinya. Bahkan ada hati yang menjadi disitu sama sekali tidak ada sedikitpun ilmu.
Maka barang siapa memuliakan ilmu akan nampak darinya cahaya dan akan memahami banyak cabang dari ilmu dan tidak ada keinginan tertinggi yang dia capai dengan semangat kecuali untuk terus belajar. Begitu pula dalam dirinya tidak ada kelezatan kecuali dengan berpikir tentang ilmu. Sebagaimana Abu Muhammad Ad Darimiy juga memandang benarnya pernyataan ini. Sehingga beliau menutup kitab sunnannya yang berjudul (Al Musnad Al Jaami’) dengan bab tentang pengagungan ilmu.
Dan hal yang paling membantu seseorang agar bias mengagungkan ilmu adalah mengetahui pokok-pokok dalam pengagungan ilmu. Dan itu adalah hal yang sangat pokok dan dengannya terwujud pengagungan ilmu yang nyata di hati. Dan barang siapa berpegang teguh dengan pokok tersebut maka dia telah mengagungkan dan memuliakan ilmu. Dan barang siapa menyia-nyiakannya maka dia telah menyia-nyiakan dirinya, dan mengikuti hawa nafsunya, maka jangan menyalahkan siapa-siapa jika dia menjadi futur (lemah) kecuali dirinya.
Kemudian syaikh membawakan syair yang berbunyi
يداك أوكتا وفوك نفخ
Tanganmu sendiri yang mengikat dan mulutmu sendiri yang meniup.
Maksud kalimat ini adalah bahwa dulu ada seseorang yang mau berenang di lautan yang luas sambal membawa pelampung dari wadah air yang bisa diikat. Tapi kemudian temannya bilang kepadanya bahwa dia tidak akan berhasil. Tapi orang itu tidak peduli dengan nasehat temannya dan nekat berenang di laut itu. Kemudian dia tiup pelampungnya dan dia ikat. Ketika dia mau melompat ke laut temannya memberi tahu dia kalau ikatannya kurang kuat tapi dia tidak menghiraukannya dan tetap melompat kelaut. Sampai pada akhirnya ikatan yang dia buat tadi terbuka dan angin yang ada di wadah tadi keluar semua sehingga dia tidak punya alat yang membantunya mengapung. Akhirnya dia meminta tolong pada temannya tadi, tapi temannya justru mengatakan kalimat diatas kepada orang yang tenggelam itu. Yang inti dari perkataan itu adalah, bukankah tadi sudah aku peringatkan kamu berkali-kali tapi kamu tidak peduli ? sekarang rasakan akibatnya dan jangan salahkan siapapun kecuali diri sendiri. 

Diterjemahkan dari kitab Khulashoh Ta'dzimul Ilmi karangan Syaikh Sholih Al Ushoimi dengan tambahan penjelasan dari Ustadz Anas Burhanuddin hafidzohullah .

Read more

Kamis, 23 Agustus 2018

Biografi Ibnu Qudamah

NAMA BELIAU

Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al Maqdisiy (Muwaffaquddin, diambil dari syairnya).

RINGKASAN PERJALANAN HIDUP BELIAU
Lahir bulan syaban tahun 541H di Jamail, Nablus (Palestina). Setalah berumur 10 tahun beliau pergi ke damaskus bersama keluarganya dan kerabatnya. Beliau hafal Al Qur'an dan mempelajari serta menghafalkan matan ilmiyah pada guru beliau (diantaranya Mukhtasor Khiroqy fil Fiqh). Dan pada tahun 561H beliau pergi ke Baghdad dan menetap disana selama 4 tahun untuk belajar beberapa pelajaran seperti Fiqh, Hadits, dan Khilaf kepada ulama disana. Kemudian pada tahun 565H beliau kembali lagi ke Damaskus dan menetap disana sekitar satu tahun setengah kemudian kembali lagi ke Baghdad pada tahun 567H.
Pada tahun 573H beliau pergi haji dan belajar dari ulama di Makkah. Ibnu Rajab menyebutkan dalam kitabnya Dzail Thobaqot Hanabilah: Ibnu Qudamah kembali ke Baghdad setelah perjalanannya ke Makkah pada tahun 574H bersama beberapa utusan dari iraq. Lalu ada tahun 575H beliau kembali ke Damaskus dan menyibukkan diri dengan mengajar dan menulis kitab.

GURU-GURU BELIAU
1. Yang berasal dari Damaskus
A. Ayah beliau (Ahmad bin Muhammad)
B. Abul Maaliy (Abdullah bin Abdurrahman As Sulamiy Ad Dimasyqiy

2. Ketika di Makkah
A. Al Mubarok bin Ali Al Baghdadi (Imam Madzhab Hambali di Haram)

3. Ketika di Baghdad
A. Abul Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad  (Ibnul Jauzy) Al Hambali
B. Syuhdah binti Ahmad bin Al Faraj Ad Dinwariyyah, Ahli hadits wanita dari iraq
C. Khodijah binti Ahmad bin Al Husain An Nahrowani
D. Abdul Qadir bin Abdullah bin Jinky Al Jilly / Al Jiylani Al Hambali
E. Ali bin Abdurrahman At Tuusiy (Ibnut Taaj) seorang qori' dan orang zuhud
F. Abdullah bin Ahmad bin Ahmad bin Ahmad (Ibnul Khosyab) ahli hadits dan nahwu
Dan lain sebagainya dari ulama Baghdad lebih dari 10 orang.

4. Ketika di Al Musil
A. Abdullah bin Ahmad bin Muhammad At Tuusiy Al Baghdadi Asy Syafi'i

SIFAT JASMANINYA
Beliau memiliki badan kurus, postur sempurna, kepala kecil, kaki dan tangan lembut, putih, wajah bersinar, dan mata yang sangat hitam.

AQIDAHNYA
Ibnu Qudamah adalah seorang ahlussunnah wal jamaah yang mengikuti jalan para sahabat dalam memahami Al Qur'an dan Sunnah. Ibnu Rajab menuturkan dalam kitabnya Dzail Thobaqot Hanabilah, bahwa Ibnu Qudamah tidak terlihat bahwa dia terpengaruh oleh golongan ahli kalam dan beliau sangat mengikuti Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dalam masalah pokok agama. Dan tidak pula terlihat ada jejak bahwa Ibnu Qudamah terpengaruh oleh ahli kalam dalam perkataannya dan beliau senantiasa memerintahkan agar mengikuti Al Qur'an dan Sunnah untuk memahami siifat Allah dengan pemahaman tanpa memisalkan, membagaimanakan, menta'wil, dan meniadakan.

MADZHAB BELIAU DALAM FIQIH
Beliau adalah seorang bermadzhab Hambali yang mana hal ini ditunjukkan dalam perkataan beliau di kitab Al Mughni, Al Muqni', Al Kaafi, dan Roudhotun Nadzir. Dan Imam Adz Dzahabi menukil dari Adh Dhiya' Al Maqdisiy dalam Siyar A'lamin Nubala: Aku mendengar Al Mufti Abu Bakar Muhammad bin Maaliy bin Ghanimah berkata: Aku tidak tahu seorangpun yang mencapai derajat seorang mujtahid kecuali Al Muwaffaq (Ibn Qudamah)

KEDUDUKAN BELIAU, KEZUHUDAN, dan PUJIAN ULAMA PADA BELIAU
Setelah menetap di Damaskus dan mengumpul berbagai macam ilmu dari berbagai bidang, beliau mengadakan pengajaran di Masjid Jami' Damaskus, dan mengimami manusia di Masjid Agung Al Mudzoffari dan menjadi khotib saat jumat.
Dan beliau biasanya duduk setelah sholat jum'at untuk berdiskusi dan berkumpul bersama beliau sebagaimana disebutkan oleh Imam Adz Dzahabi di Siyar A'lam Nubala dengan tambahan : Bahwa Ibnu Qudamah selalu sibuk hingga siang hari dan setelah dhuhur hingga maghrib tanpa merasa bosan, dan jenuh, dan tidak ada orang yang melihat Ibnu Qudamah kecuali dia akan mencintainya.
Dan beliau selalu sholat dengan khusyu' dan hampir selalu sholat sunnah sebelum subuh dan dua isya' di rumah. Dan Ibnu Qudamah.

MURID-MURID BELIAU
1. Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abdul Ghani Al Maqdisiy
2. Abu Syamah Abdurrahman bin Ismail bin Ibrahim Al Maqdisiy Ad Dimasyqiy
Dan yang lain sekitar lebih dari 10 orang.

ANAK-ANAK BELIAU
1. Isa Abul Majid dan dia menyelisihi dua anak Ibnu Qudamah dan mereka mati terpotong lehernya.
2. Muhammad Abu Fadhl
3. Yahya Abul Izzi
4. Shofiyah
5. Fatimah

WAFAT BELIAU
Ibnu Qudamah wafat hari sabtu saat idul fitri tahun 620H

KITAB-KITAB KARANGAN ILMU
BIDANG USHUL FIQIH: Roudhoutul Nadzir wa Jannatul Manadzir
BIDANG FIQIH: Al Mughni, Al Muqni', Umdatul Fiqh, Al Kaafi
BIDANG AQIDAH: Lum'atul I'tiqod, Risalah fi I'tiqod Ahlissunnah wal Jama'ah
Dan masih banyak kitab beliau yang lain di bidang ilmu yang lain. Wallahu A'lam Bishowwab...

-Diambil dari Muqodimah Roudhotun Nadzir wa Jannatul Manadzir karangan Ibnu Qudamah dengan tahqiq dari Syaikh Doktor Abdul Karim bin Ali bin Muhammad An Namlah-
Read more